Jumat, 30 Oktober 2009

ASUHAN NEONATUS PADA BAYI DENGAN RESIKO TINGGI

ASUHAN NEONATUS PADA BAYI DENGAN RESIKO TINGGI


A. BERAT BADAN LAHIR RENDAH
A. Pengertian
Bayi baru lahir dengan BB saat lahir kurang dari 2500gr. Bila berat kurang dari 1500 gram digolongkan dalam BBLSR(bayi berat lahir sangat rendah)
Bentuk klinik
-Prematuritas murni (BBLR dengan masa getasi < 37 minggu)
-Dismatur (BBLR kecil masa kehamilan/ masa getasi > 37 minggu
-Gabungan 1 & 2 (BBLR dengan masa getasi < 37 minggu dan kecil masa kehamilan)

Prematuritas murni
 BB < 2500 gram, PB < 45 cm, LK < 33 cm, LD < 30 cm
 Masa gestasi < 37 minggu
 Kepala lebih besar dari pada badan, kulit tipis transparan, mengkilap dan licin
 Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terdapat terutama pada daerah dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak subkutan kurang, ubun-ubun dan sutura lebar
 Genetalia belum sempurna, pada wanita labia minora belum tertutup oleh labia mayora, pada laki-laki testis belum turun.
 Tulang rawan telinga belum sempurna, rajah tangan belum sempurna
 Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus dapat terlihat
 Rambut tipis, halus, teranyam, puting susu belum terbentuk dengan baik
 Bayi kecil, posisi masih posisi fetal, pergerakan kurang dan lemah
 Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering mengalami apnea, otot masih hipotonik
 Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap, menelan dan batuk belum sempurna

Dismaturitas
 Kulit berselubung verniks kaseosa tipis/tak ada,
 Kulit pucat bernoda mekonium, kering, keriput, tipis
 Jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi tampak gesit, aktif dan kuat
 Tali pusat berwarna kuning kehijauan

B. Etiologi:

a. Faktor ibu :
-Hipertensi
-kelainan kardio vaskuler
-perokok dan alkoholisme respiration atau mask and pulmonator respiration,
-kecanduan obat
-malnutrisi
-kelainan uterus inkopetensi cerviks
-infeksi saluran kemih
-ketuban pecah dini
-jarak kehamilan dan persalinan yang terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
-umur saat kehamilan kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun
b. Faktor plasenta :
-kelainan plasenta
-abrupsio plasenta
-plasenta previa
c. Faktor janin :
-infeksi
-kelainan kromosom
-cacat bawaan
-arteri umbilikalis tunggal
-polihidramnon
-kehamilan kembar
-infeksi dalam rahim
d. Faktor kehamilan
-hamil dengan hidraamnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
-komplikasi kehamilan : preeklamsi/eklamsia, ketuban pecah dini

C. Patogenesis
Etiologi–> gangguan sirkulasi uteroplasenta–> insufisiensi plasenta–> suplai nutrient & oksigen tidak adekuat–> gangguan pertumbuhan intra uterin? BBLR


Etiologi: partus prematurus


D. Komplikasi:
-Bayi prematur: asfiksia, sindroma gawat nafas neonatus, hipotermia, hipoglikemia, hipokalsemia, hiper- bilirubinemia, pendarahan peri-intraventrikuler, pendarahan paru dan enterokolitis nekrotikan.
-Bayi kecil masa kehamilan: hipoglikemia, asfiksia, infeksi, aspirasi mekoneum, polisitemia, hiperbilirubinemia dan kelainan kongenital.

Prognosis
Tergantung masa gestasi, berat lahir, dan komplikasi

Dasar diagnosis
Berat lahir <2500 gram

Langkah diagnosis
-Timbang berat bayi
-Tentukan masa gestasi (hari pertama haid terakhir, skor Ballard)
-Tentukan bayi sesuai masa kehamilan atau kecil masa kehamilan dengan menggunakan kurve pertumbuhan dan perkembangan intra uterin dari Battalgia dan Lubchenco (1967)
1. Masa gestasi < 37 minggu prematuritas murni
2. Masa gestasi > 36 minggu = dismatur
3. Masa gestasi < 37 dan berat lahir kurang untuk masa gestasi tersebut? gabungan keduanya
-Cari faktor atau penyebab / resiko yang mendasari


E. Penatalaksanaan

a. Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
b. Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
d. Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat

1. Prematuritas murni:

Berat lahir kurang dari 1500 gram
-Dirawat dalam inkubator, pertahankan suhu tubuh antara 36,5 – 37 C
-Bila tidak ada SGNN dapat diberi minum per oral susu rendah laktosa/ ASI dengan menghisap sendiri atau dengan pipa nasogastik. Bila tidak dapat memenuhi semua kebutuhan peroral, maka diberikan sebanyak yang dapat ditoleransi lambungnya dan sisanya diberikan dengan IVFD.

Berat lahir lebih dari 1500 gram
-Tampa asfiksia, tidak ada tanda- tanda SGNN dan reflek isap baik rawat gabung dengan metode kangguru dan langsung diberi ASI / LLM

2. Dismatur

Berat lahir kurang dari 1500 gram
-Dirawat dalam inkubator, pertahankan suhu tubuh antara 36,5 – 37 C
-Bila reflek isap baik dan tidak ada SGNN dan reflek isap baik langsung diberi minum LLM/ ASI per oral lebih dini (2 jam setelah lahir). Bila reflek isap kurang diberikan minum melalui pipa nasogastrik.

Berat lahir lebih dari 1500 gram
-Tanpa asfiksia, tidak ada tanda- tanda SGNN dan reflek isap baik rawat gabung dan langsung diberi LLM/ ASI lebih dini (2 jam setelah lahir)

3. Bayi dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu dan kecil untuk masa kehamilan. Penatalaksanaannya sama dengan bayi prematur dengan berat lahir kurang dari 1500 g

Tindak lanjut:

-Observasi ketat tanda- tanda vital dan kemampuan minum serta pertambahan berat badan
-Awasi komplikasi yang mungkin timbul: hipotermia, hipoglemia, hipocalsemia, polisitemia, hiperbilirubinemia, perdarahan peri-intra ventikuler, perdarahan paru dan enterokolitis nekrotikan dan infeksi.
-Pastikan komplikasi yang dicurigai dengan pemeriksaan penunjang:
a. USG transontantanela (perdarahan peri-intra ventrikuler)
b. Dextro stick (Hipoglikemia)
c. Hematokrit (Polisitemia)
d. Kadar bilirubin
e. Darah rutin dan CRP (infeksi)


1. ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Rencana Tindakan

1.













2.

Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru










Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan

Pola nafas yang efektif

Kriteria :
 Kebutuhan oksigen
menurun
 Nafas spontan, adekuat
 Tidak sesak.
 Tidak ada retraksi


Pertukaran gas adekuat

Kriteria :
 Tidak sianosis.
 Analisa gas darah normal
 Saturasi oksigen normal.

 Berikan posisi kepala sedikit ekstensi
 Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
 Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan








 Lakukan isap lendir kalau perlu
 Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
 Observasi warna kulit
 Ukur saturasi oksigen
 Observasi tanda-tanda perburukan pernafasan
 Lapor dokter apabila terdapat tanda-tanda perburukan pernafasan
 Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
 Kolaborasi dalam pemeriksaan surfaktan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Rencana Tindakan

3.













4.













5

Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat


Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan


Hidrasi baik

Kriteria:
 Turgor kulit elastik
 Tidak ada edema
 Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
 Elektrolit darah dalam batas normal



Nutrisi adekuat

Kriteria :
 Berat badan naik 10-30 gram / hari
 Tidak ada edema
 Protein dan albumin darah dalam batas normal




Suhu bayi stabil
 Suhu 36,5 0C -37,2 0C
 Akral hangat










 Observasi turgor kulit.
 Catat intake dan output
 Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena dan elektrolit
 Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit darah








 Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat
 Observasi dan catat toleransi minum
 Timbang berat badan setiap hari
 Catat intake dan output
 Kolaborasi dalam pemberian total parenteral nutrition kalau perlu





 Rawat bayi dengan suhu lingkungan sesuai
 Hindarkan bayi kontak langsung dengan benda sebagai sumber dingin/panas
 Ukur suhu bayi setiap 3 jam atau kalau perlu
 Ganti popok bila basah





No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Rencana Tindakan

6.














7.

















8.
Resiko tinggi terjadi gangguan perfusi jaringan b/d imaturitas fungsi kardiovaskuler









Resiko tinggi injuri susunan saraf pusat b/d hipoksia














Resiko tinggi infeksi b/d imaturitas fungsi imunologik





Perfusi jaringan baik
 Tekanan darah normal
 Pengisian kembali kapiler <2 detik
 Akral hangat dan tidak sianosis
 Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
 Kesadaran composmentis


Tidak ada injuri

Kriteria :
 Kesadaran composmentis
 Gerakan aktif dan terkoordinasi
 Tidak ada kejang ataupun twitching
 Tidak ada tangisan melengking
 Hasil USG kepala dalam batas normal


Bayi tidak terinfeksi

Kriteria :
 Suhu 36,5 0C -37,2 0C
 Darah rutin normal

 Ukur tekanan darah kalau perlu
 Observasi warna dan suhu kulit
 Observasi pengisian kembali kapiler
 Observasi adanya edema perifer
 Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
 Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan






 Cegah terjadinya hipoksia
 Ukur saturasi oksigen
 Observasi kesadaran dan aktifitas bayi
 Observasi tangisan bayi
 Observasi adanya kejang
 Lapor dokter apabila ditemukan kelainan pada saat observasi
 Ukur lingkar kepala kalau perlu
 Kolaborasi dalam pemeriksaan USG kepala







 Hindari bayi dari orang-orang yang terinfeksi kalau perlu rawat dalam inkubator
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi
 Lakukan tehnik aseptik dan antiseptik bila melakukan prosedur invasif

No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Rencana Tindakan








9.








10.













11.







Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit




Gangguan persepsi-sensori : penglihatan, pendengaran, penciuman, taktil b/d stimulus yang kurang atau berlebihan dari lingkungan perawatan intensif




Koping keluarga tidak efektif b/d kondisi kritis pada bayinya, perawatan yang lama dan takut untuk merawat bayinya setelah pulang dari RS










Integritas kulit baik

Kriteria :
 Tidak ada rash
 Tidak ada iritasi
 Tidak plebitis



Persepsi dan sensori baik

Kriteria :
 Bayi berespon terhadap stimulus







Koping keluarga efektif
Kriteria :
 Ortu kooperatif dg perawatan bayinya.
 Pengetahuan ortu bertambah
 Orang tua dapat merawat bayi di rumah

 Lakukan perawatan tali pusat
 Observasi tanda-tanda vital
 Kolaborasi pemeriksaan darah rutin
 Kolaborasi pemberian antibiotika


 Kaji kulit bayi dari tanda-tanda kemerahan, iritasi, rash, lesi dan lecet pada daerah yang tertekan
 Gunakan plester non alergi dan seminimal mungkin
 Ubah posisi bayi dan pemasangan elektrode atau sensor

 Membelai bayi sebelum malakukan tindakan
 Mengajak bayi berbicara atau merangsang pendengaran bayi dengan memutarkan lagu-lagu yang lembut
 Memberikan rangsang cahaya pada mata
 Kurangi suara monitor jika memungkinkan
 Lakukan stimulas untuk refleks menghisap dan menelan dengan memasang dot

 Memberikan kesempatan pada ortu berkonsultasi dengan dokter
 Rujuk ke ahli psikologi jika perlu
 Berikan penkes cara perawatan bayi BBLR di rumah termasuk pijat bayi, metode kanguru, cara memandikan
 Lakukan home visit jika bayi pulang dari RS untuk menilai kemampuan orang tua merawat bayinya


Indikasi pulang:
Bayi sudah dapat minum secara adekuat sesuai dengan kebutuhan dan tidak ada komplikasi


B. ASFIKSIA NEONATORUM

A. PENGERTIAN
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

B. JENIS ASFIKSIA
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)


C. KLASIFIKASI ASFIKSIA
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

D. ETIOLOGI
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
• Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
• Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
• Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
• Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
• Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
• Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
• Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

b. Paralisis pusat pernafasan
• Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps
• Trauma dari dalam : akibat obet bius.
Penyebab asfiksia Stright (2004)
1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.

E. MANIFESTASI KLINIK
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
• Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
• Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
• Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat

2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

F. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.



C. DERAJAT BERAT RINGANNYA ASFIKSIA
a. Normal bila nilai APGAR 7 – 10
b. Asfiksia sedang bila nilai APGAR score 4 – 6
c. Asfiksia berat bila nilai APGAR score 0 – 3

D. TANDA DAN GEJALA
- Apnu primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular menurun
-Apnu sekunder : Apabila asfiksia berlanjut, bagi menunjukkan pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah
E. FAKTOR PREDISPOSISI
- Ibu :
1. Gangguan his misalnya hipertoni dan tetani
2. Hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan misalnya plasenta previa
3. Hipertensi pada eklamsi
4. Gangguan mendadak pada plasenta seperti salutio plasenta
- Janin :
1. gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
2. Depresi pernafasan karena obat-obat anastesi/analgesik yang diberikan kepada ibu, pendarahan intrakranial dan kelainan bawaan
3. Ketuban keruh/meconium

F. DIAGNOSIS
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal perlu mendapat perhatian:
1. Denyut jantung janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyut semenit, selama his frekuensi ini bias turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan dnyut jantung umumnya tidak besar artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100x semenit di luar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2. Mekanisme dalam air ketuban
Mekoneum pada presentasi-sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Asanya mekoneum dalam air ketuban pada presentasi-kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.

H. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3.Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak


PENATALAKSANAAN :
- Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia ) :
- Siapkan obat
- Periksa alat yang akan digunakan, antara lain :
• Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup
• Tabung O2 terisi
• Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium bicarbonat.
- Pada waktu bayi lahir :
Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap lendir secara hati-hati.

Penatalaksanaan untuk Asfiksia :
Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring.
Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal.

- Apgar Score 7 – 10 :
a. Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung meconeum.
b. Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala.
c. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 – 4 jam.

- Apgar Score 4 – 6 :
i. Seperti a , jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala.
ii. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,
maksimum 15 – 30 detik.
iii. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong
( lebih baik yang dihangatkan )

- Apgar Score 4 – 6 dengan detik jantung > 100
i. Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung.

- Apgar Score 0 – 3 :
i. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan
hipotermia dengan segala akibatnya.
ii. Jangan diberi rangsangan taktil.
iii.Jangan diberi obat perangsang napas.
iv. Segera lakukan resusitasi.

RESUSITASI
Apgar Score 0 – 3 :
- Jangan diberi rangsangan taktil
- Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi
- Mouth to tube atau pulmonator to tube
- Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration atau mask and pulmonator respiration,
kemudian bawa ke ICU.

Ventilasi Biokemial :
- Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila fasilitas blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2 – 4 mEq/ kg BB, maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam.
- Ventilasi tetap dilakukan.
- Pada detik jantung



C. SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN


Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome ( RDS ). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000).
Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS. Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik penggunaan surfaktan buatan (Willkinson,1985), surfaktan dari cairan amnion manusia ( Merrit,1986), dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine (Enhoring,1985) dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan dapat diberikan sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.

1. Definisi

Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986).
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi.
Menurut Murray et.al (1988) disebut RDS apabila ditemukan adanya kerusakan paru secara langsung dan tidak langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi organ non pulmonar.
Definisi RDS menurut Bernard et.al (1994) apabila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak, tekanan arteri pulmonal =18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200,disebut sebagai RDS .

2 Etiologi

Towel dalam Jumiarni, dkk (1995) menggolongkan penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.

Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan lain-lain. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.

Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi aterm maupun pada bayi preterm, yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan berat lahir rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR yang preterm mempunyai potensi kegawatan lebih besar karena belum maturnya fungsi organ-organ tubuh.

Kegawatan sistem pernafasan dapat terjadi pada bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram dalam bentuk sindroma gagal nafas dan asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayi cukup bulan.

Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekwatnya jumlah surfaktan pada paru-paru. Sementara asfiksia neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat ketidakmampuan bayi beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan.

Sindroma gagal nafas (respiratory distress syndrom, RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekwatnya jumlah surfaktan dalam paru (Suriadi dan Yuliani, 2001). Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama hyaline membran desease (HMD) atau penyakit membran hialin karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli.



Defesiensi atau kerusakan surfaktan
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu
a. prematur
b. asfiksia perinatal
c. maternal diabetes
d. seksio sesaria.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

2. Patofisiologi

Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb :
Atelektasis → hipoksemia →asidosis → transudasi → penurunan aliran darah paru → hambatan pembentukan zat surfaktan → atelekstasis. Hal ini berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian.

4. Gambaran Klinis

RDS mungkin terjadi pada bayi premature dengan berat badan <1000 gram.
Tanda-tanda gangguan pernafasan berupa :
a. Dispnue/hipernue/takipneu
b. Sianosis
c. Retraksi suprasternal / epigastrik / intercostals
d. Grunting expirasi
e. Mengorok ekspiratori
f. Pernapasan cuping hidung
g. Pernapasan kulit
Didapatkan gejala lain seperti :
a. Bradikardi
b. Hipotensi
c. Kardiomegali
d. Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki
e. Hipotermi
f. Tonus otot yang menurun

Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
o Pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,
o Kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
o Ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
o Keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

5. Komplikasi

Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
1. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2. Jangkitan penyakit kerana keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

6. Asuhan pada BBL dengan RDS

1. Pengkajian

1. Data Demografi ( Nama Anak, jenis kelamin, nama orang tua, pekerjaan orang tua, alamat, pendidikan terakhir, agama, suku dsb.)
2. lakukan pengkajian fisik bayu baru lahir dan pengkajian gestasi.
3. lakukan pengkajian sistemik, dengan penekanan kusus pada pengkajian pernafasan.
4. observasi adanya manifestasi RDS :
- Dispnue/hipernue/takipneu
- Sianosis
- Retraksi suprasternal / epigastrik / intercostals
- Grunting expirasi
- Mengorok ekspiratori
- Pernapasan cuping hidung
- Pernapasan kulit

Bila penyakit berlanjut :
-Lemah dan lesu
-Tidak responsif
-Sering mengalami episode apneu
-Penurunan bunyi napas gangguan termoregulasi
Penyakit yang berat berhubungan dengan hal berikut :
Keadaan seperti syok
Penurunan curah jantung
Rendahnya tekanan darah sistemik
Bantu saat prosedur dan tes-tes, (mis radiografi, analisis gas darah)
2 Diagnosa Keperawatan

.
1. Inefektif pola nafas b.d adanya penumpukan lendir pada jalan nafas.
2. Gangguan perfusi jaringan b.d kurangnya oksigenasi keotak
3. Defisit volume cairan b.d meningkatnya metabolisme
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat
5. Resiko terjadinya infeksi pada tali pusat b.d invasi kuman patogen kedalam tubuh
6. Kecemasan ortu b.d kurang pengetahuan ortu tentang kondisi bayi.


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI DENGAN RDS
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaan
1. Inefektif pola nafas b.d akumulasi secret Pola nafas efektif Kriteria hasil :
•RR 30-60 x/mnt
•Sianosis (-)
•Sesak (-)
•Ronchi (-)
•Whezing (-) Observasi pola nafas
Observasi frekuensi bunyi nafas
Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
Observasi adanya sianosis.
Lakukan suction.
Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
Beri O2 sesuai program.
Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya.
2 Gangguan perfusi jaringan b.d kurangnya oksigenasi keotak Gangguan perfusi jaringan teratasi Kriteria hasil :
•RR 30-60 x/mnt.
•Nadi 120-140 x/mnt.
•Suhu 36,5-37 C
•Sianosis (-)
•Ekstremitas hangat Observasi frekwensi dan bunyi jantung.
Observasi adanya sianosis.
Beri oksigen sesuai kebutuhan
Kaji kesadaran bayi
Observasi TTV
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.
3. Resiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. intake yang tidak adekuat Kebutuhan nutrisi ter- penuhi
Kriteria hasil :
•Tidak terjadi penurunan BB> 15 %.
•Muntah (-)
•Bayi dapat minum dengan baik Observasi intake dan output.
Observasi reflek menghisap dan menelan bayi.
Kaji adanya sianosis pada saat bayi minum.
Pasang NGT bila diperlukan
Beri nutrisi sesuai kebutuhan bayi.
Timbang BB tiap hari.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.
Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit bayi
4. Kecemasan Ortu b.d kurang pengetahuan tentang kondisi bayinya. Kecemasan berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil :
•Orang tua mengerti tujuan yang dilakukan dalam pengobatan therapy.
•Orang tua tampak tenang.
•Orang tua berpartisipasi dalam pengobatan. Jelaskan tentang kondisi bayi.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan penjelasan tentang penyakit dan tindakan yang akan dilakukan berkaitan dengan penyakit yang diderita bayi.
Libatkan orang tua dalam perawatan bayi.
Berikan support mental.
Berikan reinforcement atas pengertian orang tua.
5. Resiko infeksi tali pusat b.d invasi kuman patogen. •Infeksi tali pusat tidak terjadi.
•Kriteria hasil :
•Suhu 36-37 C
•Tali pusat kering dan tidak berbau.
•Tidak ada tanda-tanda infeksi pada tali pusat. Lakukan tehnik aseptic dan antiseptic pada saat memotong tali pusat.
Jaga kebersihan daerah tali pusat dan sekitarnya.
Mandikan bayi dengan air bersih dan hangat.
Observasi adanya perdarahan pada tali pusat.
Cuci tali pusat dengan sabun dan segera keringkan bila tali pusat kotor atau terkena feses.
Observasi suhu bayi.
6. Devisit volume cairan b.d metabolisme yang meningkat. Volume cairan terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil :
•Suhu 36-37 C
•Nadi 120-140 x/mnt
•Turgor kulit baik. Observasi suhu dan nadi.
Berikan cairan sesuai kebutuhan.
Observasi tetesan infus.
Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi atau overhidrasi.
Kolaborasi pemberian therapy.